BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengartian Stereotip
Istilah sterotip pertama kali diperkenalkan oleh jurnalis Walter Lippmann
melalui bukunya yang berjudul publik
opinion (1922). Dalam bukunya Lippman menjelasakan bahwa stereotip
merupakan gambaran-gambaran pikiran. Stereotip merupakan generalisasi mengenai
suatu kelompok orang, dimana karakter tertentu diberikan kepada seluruh anggota
kelompok tersebut, tanpa mengindahkam
adanya variasi yang ada pada anggota-anggotanya.
Sherif & Sherif (1969, dalam Koswara, 1988) mendefinisikan stereotip
sebagai “kesepakatan diantara anggota-anggota kelompok terhadap gambaran
tentang kelompok lain berikut anggota-anggotanya”. Selain Sherif & Sherif
ada juga Larry A. Samovar dan Richard E. Potter (dalam Sobur, 2003:390) yang
mendefinisikan stereotip sebagai persepsi atau kepercayaan yang kita anut
mengenai kelompok atau individu berdasarkan pendapat dan sifat yang pertama
kali terbentuk.
Stereotip adalah proses kognitif, bukan emosional. Stereotip dapat bersifat
negatif, positis ataupun netral. Stereotip tidak selalu mengarah pada tindakan
yang melecehkan. Seringkali stereotip hanyalah sebuah tehnik yang kita gunakan
untuk menyederhanakan manusia dalam melihat dunia.
Stereotip tidak boleh membutakan manusia dalam melihat perbedaan-perbedaan
yang ada karena jika itu terjadi maka akan berpotensi menjadi sesuatu yang
melecehkan. Potensi penyalahgunaan stereotip sebagai jalan pintas mental
sangatlah jelas. Stereotip memandang bahwa setiap anggota dalam suatu kelompok
itu memiliki sifat yang sama. Contoh, suatu etnis tertentu dianggap pemarah dan
entnis lain dianggap serakah.
Diskriminasi akan
timbul apabila stereotip menjadikan seseorang bersifat tidak adil terhadap
orang lain. Diskriminasi sendiri ialah prilaku negarif atau membahayakan
terhadap kelompok tertentu, semata-mata karena keanggotaan mereka dalam
kelompok tersebut.
2.2 Penyebab Timbulnya Stereotip
Banyak faktor yang menyebabkan timbulnya stereotip dalam masyarakat.
Menurut Baron dan Paulus (dalam Sobur,2003:391), beberapa faktor tampaknya berperan
menyebabkan timbulnya stereotip. pertama,
sebagai manusia kita cenderung membagi dunia dalam dua kategori yaitu, kita dan
mereka. Kita sering memandang suatu kelompok atau individu dari satu sisi saja
dan mengabaikan satu sisi yang lainnya yang menyababkan kita kekurangan
informasi dan mengenai mereka, hingga akhirnya kita cenderung menyamaratakan
mereka dan menganggapnya homogen.
Kedua,
stereotip tampaknya bersumber dari kecenderungan untuk melakukan kerja kognitif
sesedikit mungkin dalam berpikir mengenai orang lain. Seringkali stereotip
hanyalah sebuah tehnik yang kita gunakan untuk menyederhanakan manusia dalam
melihat dunia. Salah satu contoh dari stereotip yang ada dalam lingkungan
masyarakat adalah apabila ada laki-laki yang bertato dan menggunakan amting
maka banyak yang mengatakan mereka orang jahat. Padahal itu belum terbukti dan
belum pasti.
2.3 Definisi Prasangka Menurut Para Ahli
Prasangka ialah stereotip negatif
dan ketidaksukaan atau kebencian yang kuat dan tidak rasional terhadap suatu
kelompok. Prasangka berarti membuat keputusan sebelum mengetahui fakta yang relevan mengenai objek tersebut. Awalnya istilah ini merujuk pada penilaian berdasar ras seseorang sebelum memiliki informasi yang relevan
yang bias dijadikan dasar penilaian tersebut. Selanjutnya prasangka juga diterapkan pada bidang lain selain ras. Pengertiannya sekarang menjadi sikap yang tidak masuk akal yang tidak terpengaruh oleh alas an rasional.
Adapun definisiPrasangka menurut para ahli
sebagai berikut:
1.
MenurutWorchel dan kawan-kawan (2000)
pengertian prasangka dibatasi sebagai sifat negatif yang tidak dapat dibenarkan terhadap suatu kelompok dan individu anggotanya. Prasangka atau prejudice
merupakan perilaku negatif yang
mengarahkan kelompok pada individuali sberdasarkan pada keterbatasan atau kesalahan informasi tentang kelompok. Prasangka juga dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang bersifat emosional, yang akan mudah sekali menjadi motivator
munculnya ledakan sosial.
2.
Menurut Mar’at (1981), prasangka social adalah dugaan-dugaan yang memilik inilai positif atau negatif, tetapi biasanya lebih bersifat negatif. Sedangkan menurut Brehm dan Kassin (1993),
prasangka social adalah perasaan negative terhadap seseorang semata-mata berdasar pada keanggotaan mereka dalam kelompok tertentu.
3.
Menurut
DavidO. Sears dan kawan-kawan (1991), prasangka sosial adalah
penilaian terhadap kelompok atau seorang individu yang terutama didasarkan pada
keanggotaan kelompok tersebut, artinya prasangka sosial ditujukan pada orang
atau kelompok orang yang berbeda dengannya atau kelompoknya. Prasangka sosial
memiliki kualitas suka dan tidak suka pada objek yang diprasangkainya, dan
kondisi ini akan mempengaruhi tindakan atau perilaku seseorang yang
berprasangka tersebut.
4.
Kartono,(1981)
menguraikan bahwa prasangka merupakan penilaian yang terlampau tergesa-gesa,
berdasarkan generalisasi yang terlampau cepat, sifatnya berat sebelah dan
dibarengi tindakan yang menyederhanakan suatu realitas.
5.
Papalia
dan Sally,(1985) adalah sikap negatif yang ditujukan pada
orang lain yang berbeda dengan kelompoknya tanpa adanya alas an yang mendasar
pada pribadi orang tersebut. Lebih lanjut diuraikan bahwa prasangka social berasal dari adanya persaingan yang secara berlebihan antar 2 individu atau kelompok. Selain itu proses belajar juga berperan dalam pembentukan prasangka social dan kesemuanya ini akan terintegrasi dalam kepribadian seseorang.
6.
Allport, (dalamZanden,
1984) menguraikan bahwa prasangka social
merupakan suatu sikap yang membenci kelompok lain tanpa adanya alasan yang objektif untuk membenci kelompok tersebut.
2.4 Macam-Macam Prasangka
Prasangka tidak terbatas hanya kepada ras suku. Prasangka juga muncul pada
kelompok-kelompok agama, politik, juga orang yang kegemukan menjadi target
prasangka dan sterotip negatif, bahkan lanjut usia juga diprasangka sebagai
orang yang tidak mampu lagi secara fisik dan mental.
Adapum beberapa macam dari prasangka sebagai berikut:
1.
Racism adalah
prasangka ras yang menjadi terlembagakan, yang tercermin dalam kebijakan
pemerintah, sekolah dan sebagainya.
2.
Sexism adalah
prasangkan yang telah terlembagakan menentang anggota dari sakah satu jenis
kelamin.
3.
Ageism yaitu
kecenderungan yang terlembagakan terhadap deskriminasi berdasarkan pada usia
atau prasangka berdasarkan pada usianya.
4.
Heterosexism yaitu
keyakinan bahwa heterseksual itu lebih baik atau lebih natural dari pada
homoseksual.
2.5 Penyebab Timbulnya Prasangka
2.5.1
Cara berfikir
Penjelasan pertama mengenai penyebab prasangka,
bahwa prasangka adalah produk sampingan yang tak terelakkan dari cara kita
memproses dan mengatur informasi. Kecenderungan kita untuk mengkategorikan dan mengelompokkan
informasi, membentuk skema dan menggunakannya dalam menafsirkan informasi baru
atau unik ,Mengandalkan pada heuristicts (jalan pintas dalam penalaran mental)
yang tidak a akurat, dan bergantung pada proses memori yang salah, dimana semua
aspek kognisi sosial tersebut dapat membawa kita membentuk stereotip negatif
dan menerapkannya dengan cara diskriminatif.
Adapun di bawah ini adalah sisi gelap dari kognisi
sosial yang terkait dengan prasangka:
1.
Kategorisasi Sosial: Kita Versus
Mereka
Langkah pertama dalam prasangka (prejudice)
adalah terjadinya kategorisasi; mengelompokkan orang berdasarkan karakteristik
tertentu, seperti gender, kebangsaan, etnis, dan sebagainya. Ketika bertemu
orang-orang dengan karakteristik tertentu, manusia akan bergantung pada
persepsi yang dibentuk di masa lalu mengenai orang dengan karakteristik
tersebut untuk membant umenentukan reaksi dan perilaku untuk mengahadapi orang
dengan karakteristik tersubut.
2.
In-group Bias
In-group bias adalah perasaan positif dan perlakuan
istimewa seseorang kepada orang lain yang dianggap bagian dari in-group, serta perasan negatif dan
berlakuan tidak adil terhadap orang yng dianggap out-group.
3.
Homogenitas Out-Group
Persepsi bahwa
individu-individu dari out -group satu sama lain cenderung sama (homogeneous)
daripada kenyataannya, dan memiliki lebih banyak kesamaan dibandingkan dengan
individu anggota in –group.
4.
Kegagalan Berfikir Logis
Kegagalan
berfikir logis (the failur of logic)
yaitu keadaan dimana emosi seseorang mengalahkan logikanya. Orang yang telah
memiliki prasangka yang kuat akan suatu hal akan sulit diubah cara pandangnya,
bahkan orang yang biasanya berfikir rasionalpun dapat menjadi kebal terhadap
logika dan fakta ketika berbicara mengenai hal-hal yang sudah menimbulkan
prasangka.
2.5.2
Bagaimana Kita Menempatkan Makna
1.
Penjelasan Disposional dan
Situasional
Salah satu kenapa stereotip sangat melekat terhadap manusia dalam kehidupan
manusia adalah karena adanya kecenderungan untuk melakukan dispotional attribution (atribusi interna), yaitu bahwa penyebab
perilaku seseorang lebih dianggap sebagai hasil dari aspek kepribadian orang
itu dan bukan aspek situasi.
2. Ancaman Stereotip
Ketakutan yang dialami oleh anggota suatu kelompok bahwa
perilaku mereka dapat membenarkan stereotip budaya mengenai kelompoknya.
3. Menyalahkan Korban
Kecenderungan untuk menyalahkan individu ataskejadian
yangmenimpanya, biasanya dimotivasi oleh cara pandang ‘the world is a fair place’ ,
karena sulit bagi orang yang jarang didiskriminasi untuk menerima atau memahami
bagaimana rasanya menjadia sasaran prasangka.
4. Self-Fulfiling
Prophecies
Keadaan dimana
individu: (1) Memiliki ekpektasi terhadap seseorang (2) yang kemudian
mempengaruhi perilaku individu terhadap orang lain tersebut (3) yang
menyebabkan orang tersebut berperilaku sesuai ekspektasi awal.
2.5.3
Prasangka dan
Kompetisi (Realistic Conflict theory)
Realistic Conflict theory menyatakan bahwa sumberdaya yang terbatas akan
menyebabkan konflik antar kelompok-kelompok dan menghasilkan prasangka dan
diskriminasi. Individu mempunyai kecenderungan menyalahkan out-group yang berkompetisi dengannya atas kekalahannya.
2.5.4
Cara Kita Melakukan
Konformitas: Aturan-Aturan Normatif
Penyebab
terakhir timbulnya prasangka adalah konformitas baik terhadap norma standar
yang berlaku maupun terhadap aturan-aturan yang berlaku dimasyarakat. Konformitasadalahsuatujenispengaruhsosialketikaseseorangmengubahsikapdantingkahlakumereka
agar sesuaidengannormasosial yang ada. Konformitas memiliki motif tertentu, seperti untuk
memperoleh informasi atau agar diterima oleh kelompok tertentu. Ketika
melibatkan prasangka, konformitas akan menjadi berbahaya.
2.6 Cara Menanggulangi Atau Meminimalisir Prasangka
Sesungguhnya mustahil jika ingin mengilangkan prasangka. Sebab prasangka
itu bersumber dari diri manusia dan interaksi antar manusia. Selain itu banyak
faktor yang mempenagruhi timbulnya prasangka, sehingga rasanya tidak mungkin
untuk menghilangkan prasangka.
Meskipun demikian, prasangka bisa diantisipasi. Karena itu prasangka dapat
dikurangi dampaknya. Beberapa ahli menyatakan bahwa usaha untuk mengurangi
prasangka itu harus sudah dimulai dari pendidikan anak-anak dirumah dan
disekolah oleh orang tua dan guru.
Upaya lain adalah dengan mengadakan kontak interaksi diantara dua kelompok
atau lebih yang sedang berprasangka. Keadaan dimana dua atau lebih kelompok
saling membutuhkan dan bergantung guna mencapai tujuan bersama yang penting
bagi mereka. Dengan terjalinnya kontak antar kelompok maka kelompok-kelompok
akan lebih mengenaldan memahami individu atau kelompok lainnya. Melalui
interaksi bersahabat dan informal dengan beberapa anggota out-group, individu dapat memahami bahwa keyakinannya tentang
stereotip yang diyakininya salah.
DAFTAR PUSTAKA
Wikipedia.2017. “Prasangka”,(Online), (https://id.wikipedia.org/wiki/Prasangka.,diakses 15 maret 2017).
Wade,Carole dan Carol Tavris.2007.psikologi:Edisi Kesembilan Jilid I. Jakarta: Erlangga.
Sobur, Alex.2003.Psikologi
Umum:Dalam Lintasan Sejarah. Bandung: Pustika Setia.
Zalati,Latifiana.2015.”Stereotip Prasangka dan
Diskriminasi”,(Online), (http://latifianazalati.blogs.uny.ac.id/2015/10/09/stereotip-prasangka-dan-diskriminasi.diakses
15 Maret 2017).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar